PESANKU.CO.ID, SOPPENG -- Pemerintah Kabupaten Soppeng mengikuti sosialisasi Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) secara virtual di 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan.
Digelarnya sosialisasi dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB Provinsi Sulsel bekerjasama Institute of Community Justice (ICJ) atas dukungan Australia – Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2).
Direktur ICJ Makassar, Sunem Fery Mambaya sebagai penyelenggara mengatakan, tujuannya sosialisasikan strategi nasional pencegahan perkawinan anak. Kemudian dilanjutkan lokakarya 24 Kabupaten/Kota untuk melihat situasi perkawinan anak di masing-masing daerah yang kemudian disusun menjadi draft strategi daerah.
Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Soppeng, Andi Husni dalam persentasinya menuturkan, saat perkawinan anak hal yang dikhawatirkan dampaknya.
“Berbagai dampak pada perkawinan anak akan mempengaruhi langsung terhadap berbagai sektor pembangunan, pendidikan, kesehatan, ekonomi yang menjadi indikator pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” ungkapnya.
Secara umum, kata dia, praktik perkawinan anak di Soppeng mengalami kenaikan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sebanyak 0,62 persen, kenaikan ini lebih cepat di pedesaan daripada perkotaan.
“Menurut data Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng pada tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah perkara masuk dari tahun 2018 maupun 2019 dengan total perkara masuk sebanyak 225 perkara. Sedangkan pada tahun 2018 perkara dispensasi kawin yang masuk sebanyak 141 kasus dan untuk tahun 2019 sebanyak 141 perkara
yang masuk,” imbuhnya.
Lebih jauh dia jelaskan, upaya yang telah dilakukan oleh DP3AP2KB melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) memberikan edukasi untuk keluarga dan orang tua yang menjangkau masyarakat hingga tingkat desa dan telah dibuat Peraturan Bupati Nomor 16 tahun 2018 tentang pencegahan perkawinan pada usia dini.
Kemudian, melakukan sosialisasi di setiap Kecamatan tentang pencegahan perkawinan anak, mengedukasi anak tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual dan mempromosikan kesetaraan gender di tingkat Kecamatan.
Selain itu, pihaknya juga melibatkan beberapa instansi terkait dalam upaya pencegahan pernikahan usia anak ini, diantaranya Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk di Dinas Kesehatan itu telah melakukan sosialisasikan kesehatan reproduksi dan membentuk Posyandu remaja untuk memberikan kesehatan positif kepada remaja agar terhindar dari pernikahan usia anak.
Sedangkan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengatasi masalah pernikahan usia anak dengan menanamkan pendidikan karakter pada saat masa orientasi membuat peraturan yang melarang peserta didik hamil selama masa belajar serta menyediakan pendidikan nonformal sebagai solusi apabila tidak melakukan pendidikan formal.
“Olehnya itu permasalahan perkawinan usia anak adalah tugas kita bersama yang membutuhkan dukungan dalam pencegahan yang harus melibatkan banyak pihak,” tutupnya. (adv)